Modus penipuan yang semakin tertarget
Sadar nggak? Belakangan ini modus penipuan itu semakin tertarget.
Kalau dulu mungkin hanya sebatas ngaku-ngaku dari pihak tertentu, entah itu kerabat atau pinjol. Mengirimkan file APK entah itu mengatasnamakan kurir paket atau undangan digital. Yang mana, file tersebut merupakan sebuah file spyware: aplikasi yang digunakan untuk memata-matai aktivitas yang kita lakukan di smartphone, terutama apa yang kita ketikkan.
Sekarang? Penipu udah semakin pintar. Data pribadi kita udah mereka kantongi sebelum melancarkan aksi. Dari nama lengkap, media sosial, dan yang paling parah: KTP! Dan KTP-nya pun KTP terbaru pula!
Ini terjadi ke istri saya sendiri. Istri saya diteror oleh nomor yang nggak dikenal beberapa waktu yang lalu. Penipu ini mengaku dari salah satu pinjol, dan menagih tagihan sebesar Rp900.000. Kalau tidak dibayar, penipu mengancam akan meneror teman-teman istri di medsos dan menyebarkan foto telanjangnya— yang mana, saya sangat yakin ini 100% pasti diedit, entah itu oleh editor berpengalaman atau cara paling gampang: pake AI!
Dari awal saya udah yakin kalau itu penipuan. Makanya, saya meminta istri saya untung langsung blokir saja. Tapi istri saya sedikit meladeni si penipu: istri meminta tagihannya supaya bisa dilunasi. Jika memang benar, harusnya penipu ini akan mengirimkan metode pembayaran, yang ujung-ujungnya bisa kami gunakan untuk menentukan apakah ini penipuan atau bukan.
Tapi, penipu malah beralasan bahwa sistem sedang gangguan dan terus menggertak. Penipu ini kemudian memberikan sebuah link untuk membuktikan ucapannya. Alih-alih membuktikan sistem sedang gangguan, justru link tersebut membuktikan kalau dia adalah penipu, karena domain-nya belum terdaftar, sangat aneh, dan mencurigakan.
Setelah cukup yakin itu penipuan, istri langsung memblokir nomor tersebut dan nomor-nomor lain yang tidak dikenal.
Tak cukup sampai situ, rupanya si penipu ini mencoba meretas akun media sosial kami. Akun kami tiba-tiba keluar, dan ada permintaan untuk reset password ke email kami. Pergerakan ini udah saya wanti-wanti ke istri setelah istri memblokir nomor-nomor tersebut. Ternyata, ucapan saya terbukti. Untungnya, kami masih bisa mengembalikan akun kami.
Kebocoran data
Entah dari mana persisnya mereka mendapatkan data pribadi tersebut. Saya hanya bisa berasumsi: antara ada celah keamanan secara sistem di platform-platform tertentu yang mengharuskan upload KTP sebagai syarat untuk hal tertentu, atau memang karena ada oknum yang bermain di belakang platform-platform tersebut.
Kemarin-kemarin saya dan istri berkunjung ke salah satu kolega. Salah satu topik yang kami bicarakan adalah topik penipuan ini. Konon, mereka bisa mendapatkan data pribadi kita dengan cara membelinya. Satu data bisa dihargai puluhan juta! Harga segitu masih bisa dibilang murah, jika dibandingkan dengan kemungkinan uang yang bisa diperoleh jika penipuan berhasil yang bisa mencapai 10 kali lipat dari harga data yang dibeli.
Kita sepertinya hidup di era yang cukup mengerikan, di mana data pribadi kita bisa dibeli dengan mudahnya dan dimanfaatkan untuk kepentingan yang sangat merugikan kita pribadi. Ini mungkin sedikit banyak dipengaruhi oleh kondisi ekonomi yang sedang tidak stabil. Lowongan kerja sulit didapatkan. Akhirnya, beberapa orang menghalalkan segala cara supaya bisa bertahan hidup.
Saya bilang begini karena bisa dibilang modus penipuan ini cukup sering terjadi belakangan ini, baik di lingkungan keluarga sendiri, maupun di lingkungan teman-teman saya dan istri.
Pentingnya literasi digital
Bagi generasi yang udah cukup melek terhadap literasi digital seperti generasi milenial dan gen Z, modus ini cukup mudah dikenali. Tapi, bagi generasi-generasi yang kurang melek seperti generasi orang tua kita, penipuan modus ini jadi ancaman yang cukup serius, karena generasi ini cukup kesulitan untuk membedakan apakah yang menghubungi tersebut adalah penipu atau bukan.
Ini kebetulan terjadi kepada orang tua saya beberapa hari yang lalu. Ada orang yang mengaku dari OJK dan meminta data pribadi orang tua saya, dan bahkan akses terhadap mobile banking. Untungnya, sebelum memberikan data, orang tua menghubungi saya terlebih dahulu dan meminta pendapat. Setelah mendengar cerita lengkapnya, saya meminta orang tua supaya nggak memberikannya, karena bisa dipastikan itu penipuan. Saya juga sedikit menjelaskan resikonya kalau sampai orang tua bersedia memberikan data pribadi mereka kepada penipu.
Oleh karena itu, saya berencana untuk membuat tulisan seputar literasi digital bagi mereka yang belum terlalu melek dengan literasi digital. Harapannya, tulisan-tulisan yang saya buat bisa sedikit-banyak memberikan wawasan tentang modus-modus penipuan dan bagaimana cara menghadapinya. Nanti akan saya buat halaman khusus terkait ini.
Tetap waspada ya, teman-teman. Mari lindungi diri kita dan keluarga kita dari serangan-serangan siber seperti ini.
Stay safe!
Salam,
adipurnm.
Mau dapat tulisan-tulisan seperti ini langsung di e-mail kamu? Yuk gabung newsletter sekarang juga! Gratis!